Minggu, 16 Mei 2010

Pikiran Vs Hati Nurani....Pilih yang mana?

Kalau pikiran, ada pikiran baik ada pikiran jahat, kalau hati nurani tiada pilihan lagi, pasti baik semua!

Kalau direnung-renungkan kembali perjalanan hidup ini apakah kita lebih banyak menggunakan pikiran atau hati nurani? Dengan berat hati saya menghitung, ternyata selama ini kita lebih banyak dikuasai oleh pikiran. Ia telah menjadi penjajah bagi diri kita. Ia telah menyingkirkan hati nurani sebagai tuan rumah.
Yang mengherankan kenapa kita tenang-tenang saja walau telah dijajah?

Mungkin badan kita yang tenang, tapi apakah kita ada merasakan kegelisahan dan kesedihan nurani yang begitu mendalam? _ memang hati nurani bisa gelisah dan bersedih? _ Ia ingin sekali berontak tapi pikiran telah begitu mencengkram semua sendi-sendi kehidupan kita. Dari mulai bangun tidur sampai mau tidur lagi. Dari yang berhubungan dengan kehidupan jasmani maupun rohani , semuanya kebanyakan semata menggunakan pemikiran. Begitu banyak hal yang tidak baik kita lakukan akibat pengaruh pikiran. Begitu sebaliknya banyak kebaikan yang kita lakukan juga hanya menggunakan pikiran, jadi bagaimana ada ketulusan. Semua ada pamrih dan hitungannya.

Sungguh luar biasa, kemaksiatan, kecurangan, kesombongan, kebencian, permusuhan dan lainnya ditimbulkan dari pikiran. Dalam hal berbuat baik pun atas suruhan pikiran, dengan demikian bukan kebaikan yang sesungguhnya lagi. Memberi, menolong dan membantu orang lain ada maksudnya . Minimal mengharapkan balasan nama dan kebanggaan. Sekarang mau beramal pun harus disorot televisi dan mengundang media untuk menyaksikan. Tapi tetap baik juga kan, siapa tahu dengan masuk televisi orang lain juga termotivasi untuk ikut menyumbang._ daripada saya yang cuma bengong menyaksikan saja! _ Pertanyaannya, sungguh setulus itukah? Bukannya untuk mencari nama dan kebanggaan? Mudah-mudahan saya salah!
Namun masih tetap baikan?

Dulu saya pernah dengar ada ‘GERAKAN KEMBALI ke HATI NURANI’ yang di sponsori Aa Gym, ide yang sangat mulia sekali. Tapi saat ini saya tak pernah tahu lagi kelanjutannya. Minimal mulai saat ini kita bisa memulainya dari sendiri sebuah gerakan ‘Kembali ke Hati Nurani’ dalam kehidupan sehari-hari. Hati nurani adalah milik siapa saja, dari seorang kyai sampai pencuri.
Dari seorang pendeta sampai orang-orang yang di penjara. Sepantasnya sebagai manusia memang semestinya hidup sesuai nurani. Tapi bukankah saya dan anda juga manusia? Jadi, sudahkah kita hidup sesuai dengan hati nurani?

mungkin jawaban sya hanya hal yg kecil...Eksistensi hati nurani itu netral. Yang menyebabkan seseorang “memiliki” hati nurani adalah ilmu. Jika seseorang tak memiliki, maka hati nuraninya menjadi “bodoh”. Sehingga andai hati nurani itu berbuat baik, tapi kebaikan itu dilandasi kebodohan....Kalau hidup ini hanya dikendalikan oleh pikiran akan memperbesar keakuan / ego dan bila tidak hati-hati akan mengarah ke serakah. Barangkali itulah perlunya menyeimbangkan antara hati nurani dan pikiran agar kita tidak terjerembab ke keserakahan. Karena dengan hati nurani perbuatan kita didasari keikhlasan, tanpa berhitung untung-rugi / pamrih, semuanaya hanya karena Yang Maha Kuasa (Allah Swt). Sayangnya kadang hati ini sering terutup oleh “kabut / kororan” : was-was, curiga, prasangka buruk, dengki, sakit hati, takut, cemburu dan lainnya....sebenarnya definisi hati nurani itu apa dan definisi pikiran itu apa sehingga harus dibenturkan seperti BUAYA vs CICAK (istilah yg lagi top saat ini)…????kenapa tidak diselaraskan saja.melakukan sesuatu sesuai apa kata hati nurani yg sudah dipikirkan baik buruknya misalnya…???kalau hati nurani mengatakan ingin beramal maka kita juga memikirkan cara beramal yg benar,jangan sampai amal kita dimanfaatkan orang2 yg rakus untuk kepentingan pribadi sehingga amal kita tidak sampai kepada keinginan hati nurani……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar